Sudah lewat hampir 2 tahun rasanya aku menjalani hari-hari menempuh pendidikan di Stan. Adakalanya kita mendapatkan kebahagiaan adakalanya kita juga mendapat kesedihan. Proses belajar disini terbilang tidak mudah tetapi tidak sulit juga asalkan kita fokus belajar atau kita beruntung. Dalam proses penilaian bisa beruntung misalnya pada saat ujian kisi-kisi tembus 100% atau mendapat dosen yang murah hati. Disinilah kita belajar bahwa nilai ujian semata tidaklah cukup,masih banyak hal-hal yang nilainya tak terhingga seperti pelatihan mental,arti persahabatan,dsb. Ujian kelulusan pun itu bagaikan negara api menyerang rasanya, kita kuliah selama 16 minggu namun ditentukan dengan 2x ujian(tengah dan akhir semester) dgn masing-masing waktu 2,5 jam pengerjaannya. Ketika ujian itu datang banyak mahasiswa merasa belum siap,beruntunglah bagi mahasiswa yang mengetahui kisi-kisi tapi bagi mereka yang tidak, hal ini meninggalkan rasa stress, frustasi,dan khawatir bahwa bagaimana nilai mereka nanti. Meskipun pada akhirnya proses penilaian sepenuhnya diberikan kepada masing-masing dosen. Mereka yang mendapat dosen murah hati tentunya akan mendapat nilai baik dan aman.
Hanya segelintir mahasiswa yang benar-benar siap dalam ujian lalu,pada umumnya mereka belajar satu atau dua minggu menjelang ujian atau mereka belajar karena dosen memberikan tugas atau kuis. Lalu bagaimana mereka yang mendapat dosen yang lebih objektif,mereka umumnya akan berusaha lebih keras untuk mendapat nilai terbaik atau mereka kalah dalam hal ini berarti Drop Out.
Tekanan bukan hanya persiapan menuju ujian tetapi ketika ujian pun tekanan itu mengalir deras bagaikan gelombang tsunami, ketika kertas ujian sampai dimeja mahasiswa bisa mengalami stagnansi dalam berfikir,mereka terbebani ancaman dua huruf yakni D dan O. Pengawasan ujian pun cukup ketat,dan apabila mahasiwa diketahui menyontek maka akan langsung di-DO. Akhirnya mahasiswa mengerjakan soal ujian,tanpa terasa waktu pun bergerak bagaikan shinkanzen. Mereka pun ada yang puas,gelisah, ada juga yang pasrah dan takut. Akhirnya kelulusan pun sedikit ditentukan oleh rapat dosen,dimana mahasiswa yang berada dibawah persyaratan lulus kembali dipertimbangkan kelulusannya. Sebenarnya ada juga usaha ketua kelas untuk melobi dosen agar nilai didongkrak namun kebijakan setiap dosen tentunya berbeda.
Pengumuman kelulusan yang dinanti itupun akhirnya datang, ada yang kecewa karena nilainya turun ada yang gembira karena nilainya naik ada yang sedih karena temannya tidak lulus. Untuk poin terakhir disinilah kita belajar arti persahabatan dimana kita sedih bila teman kita tidak lulus,banyak yang mengikrarkan bahwa masuk sama-sama keluar pun sama-sama. Tapi untuk beberapa kelompok mahasiswa nampaknya itu takkan terwujud karena salah satu,dua,atau lebih dari teman mereka tereliminasi.Sedih sekali,namun apa boleh buat mungkin mereka hanya kurang beruntung dikesempatan ini. Tidak lulus di STAN bukanlah berarti akhir dari segalanya,tidak ada teori yang mutlak bahwa mereka yang lulus akan lebih sukses dari yang tidak lulus. Mungkin perlu saya ingatkan dosen tidak selamanya dewa dan mahasiswa bukanlah mesin,seberapa besar usahamu yakinlah kamu mampu untuk mencapai hasil terbaik terlepas bagaimana ukuran sukses itu berada dimata orang.
inti dari Dari pengalaman diatas saya tekankan pula kata-kata seseorang bahwa jika ingin berhasil berusahalah semaksimal mungkin,keberuntungan hanyalah langka dan temporer,hadapilah tekanan dan salurkanlah itu menjadi hal positif,perluas koneksi,dan jangan lupa selalu berdoa.
dari mahasiswa yang masih belajar
Hanya segelintir mahasiswa yang benar-benar siap dalam ujian lalu,pada umumnya mereka belajar satu atau dua minggu menjelang ujian atau mereka belajar karena dosen memberikan tugas atau kuis. Lalu bagaimana mereka yang mendapat dosen yang lebih objektif,mereka umumnya akan berusaha lebih keras untuk mendapat nilai terbaik atau mereka kalah dalam hal ini berarti Drop Out.
Tekanan bukan hanya persiapan menuju ujian tetapi ketika ujian pun tekanan itu mengalir deras bagaikan gelombang tsunami, ketika kertas ujian sampai dimeja mahasiswa bisa mengalami stagnansi dalam berfikir,mereka terbebani ancaman dua huruf yakni D dan O. Pengawasan ujian pun cukup ketat,dan apabila mahasiwa diketahui menyontek maka akan langsung di-DO. Akhirnya mahasiswa mengerjakan soal ujian,tanpa terasa waktu pun bergerak bagaikan shinkanzen. Mereka pun ada yang puas,gelisah, ada juga yang pasrah dan takut. Akhirnya kelulusan pun sedikit ditentukan oleh rapat dosen,dimana mahasiswa yang berada dibawah persyaratan lulus kembali dipertimbangkan kelulusannya. Sebenarnya ada juga usaha ketua kelas untuk melobi dosen agar nilai didongkrak namun kebijakan setiap dosen tentunya berbeda.
Pengumuman kelulusan yang dinanti itupun akhirnya datang, ada yang kecewa karena nilainya turun ada yang gembira karena nilainya naik ada yang sedih karena temannya tidak lulus. Untuk poin terakhir disinilah kita belajar arti persahabatan dimana kita sedih bila teman kita tidak lulus,banyak yang mengikrarkan bahwa masuk sama-sama keluar pun sama-sama. Tapi untuk beberapa kelompok mahasiswa nampaknya itu takkan terwujud karena salah satu,dua,atau lebih dari teman mereka tereliminasi.Sedih sekali,namun apa boleh buat mungkin mereka hanya kurang beruntung dikesempatan ini. Tidak lulus di STAN bukanlah berarti akhir dari segalanya,tidak ada teori yang mutlak bahwa mereka yang lulus akan lebih sukses dari yang tidak lulus. Mungkin perlu saya ingatkan dosen tidak selamanya dewa dan mahasiswa bukanlah mesin,seberapa besar usahamu yakinlah kamu mampu untuk mencapai hasil terbaik terlepas bagaimana ukuran sukses itu berada dimata orang.
inti dari Dari pengalaman diatas saya tekankan pula kata-kata seseorang bahwa jika ingin berhasil berusahalah semaksimal mungkin,keberuntungan hanyalah langka dan temporer,hadapilah tekanan dan salurkanlah itu menjadi hal positif,perluas koneksi,dan jangan lupa selalu berdoa.
No comments:
Post a Comment