Thursday, June 29, 2017

Kembali Pulang

Kembali pulang

Air takkan pernah mengingkari darimana ia berasal, ia hanya lupa.

Ketika sang bumi meneteskan peluhnya,  mebgalirkan buih demi buih,  dari sanalah seharusnya sadar ia menjadi penting.  Air takkan pernah tamak ketika berada dibawah bumi,  ia  dermawan dan bersahaja, memberi kehidupan bagi bumi dan isinya, menjadi penting, namun air selalu rendah hati.  Penting pula menjadi rendah hati yang tidak pernah lelah.  Bukannya air sudah lelah namun tak ada tempat lagi bagi dirinya yang mulai tumbuh kembang.  Lambat laun air pun dipaksa berpindah karena darat takkan mampu menyisakan ruang bagi dirinya,  ia murka,  ia naik ke atas lalu menghempaskan daratan, setelah itu ia mencari tempat baginya untuk menempa diri mencari jatidiri.  Ia pergi ke laut yang membuat dirinya memiliki rasa, kadang ia menjadi ombak yang keras memecah batu karang, kadang ia tenang selembut kapas.
Hidup di laut begitu singkat dan kerasnya,  nasib buruk akan mengubahnya menjadi batuan dingin yang padat,  terkekang tak bisa kemana-mana sampai bumi akan meneteskan darahnya,  membawa dirinya kembali menjadi air. Nasib baik akan membawanya terbang tinggi ke puncak tertinggi di bumi melihat semuanya dari atas sana.  Menyenangkan begitu nyaman sampai pada akhirnya ia menjadi tamak dan lupa darimana ia datang.  Ia dapat bertindak sesuka hatinya,  berkuasa atas segala  tindakannya,  kadang ia bijaksana namun tak jarang licik,  kejam,  sampai menindas semua yang ada dibawahnya sampai ia mendapat tanda bahwa kegelapan akan datang. Ketika masa gelapnya itu datang,  air pun sadar bahwa waktunya di sana pun sebentar dan tidak ada siapapun yang dapat mengubah takdir,  takkan ada yang dapat menolong.  Begitu waktunya telah tiba,  ia akan pulang kembali ke rumahnya, turun menjadi pelepas dahaga bagi mereka yang kekurangan,   turun ke tempat dimana ia akan berbagi kebaikan dan cinta kasih, dimana ia menjadi sumber kehidupan,   tempat dimana dia merasakan ketenangan, memberikan kesejukan,  meredam kobaran amarah,  dan kesengsaraan.

Air takkan pernah mengingkari darimana ia berasal,  ia hanya lupa.